Repong Damar (Nasib mu kini)


Damar tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat Krui, Lampung Barat. Sudah sejak 100 tahun lebih, warga di pesisir pantai yang menghadap Samudera Hindia ini membudidayakan pohon penghasil getah itu. Dari 70 desa yang tersebar di sepanjang Pesisir Krui, hanya 13 desa yang tidak memiliki repong damar.


Lebih dari separo penduduk Pesisir Krui terlibat dalam produksi damar. Baik sebagai pemilik repong, pedagang pengumpul, kuli angkut, pedagang besar damar, pengusaha angkutan, maupun buruh sortir. Maka, tidak mengherankan 80 persen produksi resin damar Indonesia yang mencapai 10 ribu ton per tahun berasal dari Pesisir Krui.


Repong adalah istilah masyarakat Krui untuk menyebut kebun milik mereka yang berisi aneka tanaman. Seperti lada, kopi, petai, durian, nangka, cempedak, duku, juga tumbuhan kayu hutan. Karena pohon damar mendominasi, maka kebun yang menyerupai hutan alam itu disebut Repong Damar.


Banyak ahli berpendapat, repong damar merupakan konfigurasi tanaman yang membentuk sistem ekologi sempurna. Proses masyarakat Pesisir Krui membuka lahan sampai dengan membentuk repong damar memang mirip urutan suksesi ekologi hutan.



Pertama-tama, hutan dibabat untuk dijadikan ladang. Setelah itu ladang disulap menjadi kebun kopi atau lada. Tak lama dari itu, petani mulai menanam pohon damar, umumnya dari jenis Shorea javanica (mata kucing). Mereka memanfaatkan rimbunnya pohon kopi dan dadap (tempat merambat tanaman lada) untuk menanam anakan damar.


Damar adalah pohon yang satu keluarga dengan Dipterocarpaceae (meranti). Ini tanaman yang relatif sulit dikembangbiakkan. Tetapi, bagi orang Krui, itu pekerjaan yang mudah. Mereka memang penakluk meranti!


Sudah banyak tulisan yang mengupas betapa repong damar selain bermanfaat secara ekonomi juga punya fungsi ekologi. Manfaat ekologis repong damar itulah yang mendorong pemerintah pada tahun 1997 memberi hadiah Kalpataru kepada masyarakat Krui.



Getah damar yang mengkristal merupakan bahan baku berbagai macam industri, seperti permen, cat, vernis, tinta, dan kosmetik. Jangan harap produk mebel bisa mengilap tanpa campur tangan resin multiguna itu.


Damar mata kucing yang dihasilkan petani Krui merupakan yang paling banyak dicari pengekspor, sebab berkualitas tinggi. Disebut mata kucing karena kristal getahnya berwarna kuning bening dan berkilau laksana mata kucing.


Dari sisi lingkungan hidup, eksistensi repong damar sungguh tidak bisa dianggap sepele. Kawasan yang membentuk hutan itu berfungsi sebagai daerah tangkapan air dan penstabil iklim. Dan, repong damar selama ini berguna sebagai zone penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).


Kalau jadi balok, kayu damar memang mahal


Berderet-deret pohon damar berdiri gagah, menjulang dengan rimbun. Sementara di belakangnya menghampar kawasan TNBBS, tempat pengawetan aneka flora dan fauna. Orang akan menyangka repong-repong damar itu hutan alam bagian dari kawasan TNBBS. Padahal bukan, ia ada di luar kawasan konservasi itu.


Sekarang, repong damar masih menjadi bagian yang tak terpisah dari aktivitas masyarakat Krui. Namun, sejak sepuluh tahun terakhir, kilaunya terus meredup. Anak mudanya banyak yang memilih meninggalkan desa untuk mencari pekerjaan di kota ketimbang mengurus kebun damar.


Ada banyak faktor yang menyebabkan pudarnya kejayaan damar Krui. Harga getah damar memang terus merosot. Sebab, lewat perkembangan teknologi, saat ini telah ditemukan bahan sintetis pengganti resin. Akibatnya, posisi tawar komoditas damar di pasar global menjadi melemas.


Itulah yang mendorong belakangan ini banyak pemilik repong tega menebangi pohon-pohon damar milik mereka. Maklum saja, harga sebatang pohon damar bisa mencapai Rp650 ribu. Sedangkan getahnya cuma Rp5 ribu per kilo.


Petani agaknya mulai cari cara mudah mendapatkan uang. Untuk memanen getah damar prosesnya memang panjang. Pohon damar yang akan disadap getahnya terlebih dulu dibuat takik. Walau dapat dipanen sepanjang tahun, jangka waktu antara pengambilan getah damar dalam satu pohon berkisar 30 hari. Sementara, satu lubang takik hanya menghasilkan sekitar 0,5 kg kristal getah damar.


Penebangan pohon damar yang terus berlanjut itu, tentu saja mengkhawatirkan. Sebab, ia bukan saja menghilangkan tradisi kearifan lokal, juga mengancam kelestarian lingkungan hidup. Selama ini repong-repong damar telah menjadi benteng bagi TNBBS. Warga tidak tertarik merambah kawasan karena mereka punya hutan sendiri.


Ketika benteng ini jebol, maka kawasan konservasi yang menjadi warisan dunia itu akan terdesak. Warga yang tidak lagi punya kebun, pasti segera merangsek hutan dan melakukan kerusakan. Oleh sebab itu, pemerintah dan masyarakat wajib mencari jalan agar repong damar dapat diselamatkan.


Diambi Dari : Kompasiana

Tidak ada komentar

Harap tinggalkan komentar yang relevan ya teman-teman^^