Hanya Doa yang Q punya

Saat ini, pada tahun lalu.
Dinginnya angin dipenghujung malam tetap tidak mampu membuat ku memejamkan mata. Ada banyak hal yang berkecamuk dalam benak. Langkah apa yang mesti ku lakukan setelah ini..? Bukan, Bukan karena aku tak mampu menyeret langkah atas perginya.
Tapi kenyataannya aku belum siap kehilangan dia. sperti yang pernah kukatakan sebelumnya, "dia pergi sebelum sempat ku ungkap cinta".

Jam 7 pagi, sampai di ibu kota Provinsi, dan kami masih harus menunggu jemputan. Menunggu..lagi dan lagi. Setelah jemputan datangpun kami masih harus menunggu lebih kurang 6 jam untuk sampai di tujuan.
Di perjalanan tak henti-hentinya teman mengucap bela sungkawa.
Air mata di pipi memang tidak ada, tapi andai semua orang tahu, hati ini bahkan menangis darah. Jangan pikir aku tidak merasa sedih untuk kehilangan ini karena yang nampak pada diri hanya bisu. Aku tidak boleh mengeluarkan air mata, aku harus kuat menghadapi semua ini.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama yang dicampuri dengan berkecamuknya bermacam hal dalam benak ini,., yang ada disekeliling adalah tatapan iba di tingkahi tangisan yang membahana. Iba, atas seorang anak yang tidak sempat melihat saat-saat terakhir sang ayah. Yang sudah tidak sempat melihat wajah sang ayah sebelum dibungkus kain putih. Sungguh aku sudah tidak punya kesempatan lagi, terlebih aku tidak mampu untuk melihatnya. Dan aku tidak ingin, bayangan wajah kaku yang ku lihat atasnya menjadi memori terakhir ku tentang dia.
Ibu, dimanakah bidadari ayah ku itu. Mata ku berputar mencarinya. Owh dimana dia..?? Aku hanya ingin engkau Ibu.
Dan Ku dapati Ibu di sudut sana. Tangisnya membuat ku ikut menitikkan air mata. Ingin ku katakan, " Ibu kuatlah, ada aku, kakak-kakak dan adik yang akan menjaga mu, sudah ibu ..Jangan bersedih. Sungguh,, milik Allah lah segala apa yang ada di dunia ini.
(ahhh..Lili,, kamu sok kuat...!! MenangisLah jika itu bisa membuat mu lebih baik).

Setelah pemakaman selesai, raga ini hanya bisa terpaku. Berdiam diri adalah pilihan ku. Dan tangis tak lagi bisa ku pendam. Seolah baru sadar ternyata aku sudah tidak punya ayah lagi. Ya Rabb pada Mu ku serahkan jiwa,, dan kali ini izinkanlah Hamba menangis.

Beberapa hari lagi ramadhan kan datang, artinya tidak lama setelah itu perkuliahan juga sudah mulai aktif.
Apa yang harus ku lakukan? Lanjutkan kuliah atau tetap disamping ibu, membantunya pulihkan rapuh atas perginya belahan jiwanya. Ibu, aku tidak ingin membiarkan rapuh dalam sendiri mu.

Tidak terasa 1 tahun telah dia pergi. Namun Hingga saat ini, ada rasa yang sulit ku terjemahkan.
Bentuk ketidaksiapan ataukah ketidakrelaan, Tapi ku rasa cukup. Seharusnya ku akhiri keterpurukan jiwa ini.
Rabb...
HanyaLah do'a yg ku punya untuk nya.

Tidak ada komentar

Harap tinggalkan komentar yang relevan ya teman-teman^^