Kamu Tidak Sendiri



Seperti biasa bahkan semakin parah. Dia masih saja terlunta-lunta pada jalan pikirannya yang semakin tak menentu, pada ketidak jelasannya pada dirinya sendiri. Apakah ini yang dinamakan “pencarian jati diri”..? ntahlah…

Rutinitas sehari-hhari serasa membosankan. Pagi sambil terkantuk-kantuk berangkat kerja, sampi ditempat kerja selalu dihantui oleh rasa was-was. Sore hari berangkat ke kampus dengan tergesa-gesa (selalu :D ). Terlambat dan tidak mengerjakan tugas seolah-oleh sudah menjadi bagian dirinya.

Fiiuuuhhh.. sebenarnya dia malu, malu terhadap diri sendiri, malu terhadap hasil jerih payahnya yang dia sia-siakan.


Menit demi menit terlewati, dan mata kuliahpun berakhir. Keluar kelas langsung nyelonong pulang sembari membayangkan kasur kesayangannya yang selalu setia menunggu rebahan tubuhnya yang semakin tak berisi.

Dalam perjalan pulang dia masih saja termangu dalam alur pikirannya yang ngelantur. Penumpang mikrolet yang itu naik dan turun silih berganti hingga sampai pada gilirannya untuk menyudahi perjalanan akhir malamnya. Dia ketukkan jemari lunglainya pada langit-langit mikrolet tersebut seraya mengeluarkan sepatah kata lirih yang nyaris tak terdengar. “Kiri” (sebagai isyarat untuk memberhentikan kendaraan).



Dan… “Kiri Bang~~~~~”, seorang ibu yang duduk disampingnya membuyarkan rumitnya keadaan.

Mikrolet itupun berhenti tepat di persimpangan gang. Bahkan dia turun bersama kelinglungannya.dan ketika tubuh ringkihnya beranjak dari duduk, sang ibu membelai kepalanya dengan lembut lengkap dengan senyum tulus dan pandangan mata yang hangat.

Sesaat dia terpaku dan hatinya tak ayal bergetar hebat, tapi itu tidak lama. Dia segera melanjutkan hajatnya segera turun dari mikrolet.

Setelah membayar ongkos pada sang Kondektur dia pun beranjak pergi, namun dia sempat memicingkan pandangan pada si Ibu. Dalam ketidak sadarannya sebenar nya dia tahu bahwa si ibu lagi-lagi tersenyum hangat dan begitu tulus.


Tapi ahhhhh…

Egonya begitu sombong untuk membalas senyuman itu, apalagi sekadar menyapa dengan satu kata “terimakasih”.

Dia terus melangkah, dan tiba-tiba hatinya begetar dan matanya mulai berkaca-kaca.

Hmmmm…. I bu

Begitukah naluri seorang ibu..

Ibu yang duduk disampingnya tadi seolah tahu isi hatinya. Bahwa dia sangat merindukan dan menghawatirkan ibunya di sudut kampung.

Sentuhan tadi membuat hatinya sangat bergetar, dan sentuhan itu seolah  menarik segala keangkuhan dan kekeras kepalaannya.



Setelah itu semuanya menjadi terasa lebih ringan.

Dan sebenarnya dia sempat tersenyum ketika dia mencuri pandang pada ibu tadi, namun senyum itu ditutupinya dengan menunduk.
“hidup tidaklah sendiri, dan cinta bisa ditemui dan didapatkan dari mana saja. Tetaplah berbagi sesulit apapun keadaan yang sedang dihadapi.”




Tidak ada komentar

Harap tinggalkan komentar yang relevan ya teman-teman^^