Masih dalam suasana
merdeka. Bagaimana arti merdeka menurut sobat?
Merdeka bagi saya, bebas dari segala bentuk keharusan yang memaksa. Bebas dari praktek suap menyuap yang tak jarang menenggelamkan potensi seseorang.
Merdeka adalah bebas
dari segala bentuk kepenjajahan, tidak bergantung pada orang atau pihak
tertentu.
Namun kini kita
dihadapkan pada masalah rumit lainnya berkaitan dengan kemerdekaan ini. Sebab
sebagaimana pengertiannya ternyata kita tidak sepenuhnya merdeka. Ada begitu
banyak ketidakadilan yang merajalela di tanahh air tercinta ini. Saking
banyaknya kita bahkan bingung, harus bagaimana, apa yang harus dilakukan?
Merdeka bagi si
kaya
Bagi si kaya, merdeka
adalah ketika mereka dapat menumpuk kekayaan sedemikian rupa. Tanpa
memperhatikan peraturan-peraturan yang berlaku, tak perduli jika itu merugikan
orang atau pihak tertentu. Ketidakpuasan atas apa yang telah dimiliki menjadi
penjajah bagi mereka, merdeka tidak pernah mereka dapatkan selama ketidakpuasan
atas apa yang mereka miliki tidak terpenuhi. Maka mereka inilah penjajah bagi
kemerdekaan orang-orang pinggiran.
Kita tidak bisa
menutup mata atas semua ini.
Beberapa waktu yang
lalu saat libur lebaran, saya diahadapkan pada sebuah dilema yang teramat
berat. Kampung saya terletak di kabupaten pemekaran baru di sebuah propinsi.
Saya mungkin terlambat untuk bertindak karena saya bertindak setelah desakan
yang begitu dalam dari orang tua yang tinggal satu-satunya, Ibu. Beliau ingin
saya tinggal disekitar kampung halaman agar ada yang bisa menemaninya dihari
tuanya. Saya yakin banyak diantara teman-teman yang mengahdapi dilema semacam
ini. Saya pikir apa salahnya mengikuti keinginan Ibu, toh saya juga sebenarnya
ingin menjadi bagian dari pertumbuhan daerah ini.
Untuk yang belum tahu,
setiap pemekaran daerah baru pasti membutuhkan tenaga-tenaga yang mumpuni untuk
membantu percepatan pembangunan daerah tersebut. Saya tidak bilang saya cukup
mumpuni untuk ikut membangun daerah ini, tapi setidaknya saya ingin mencoba,
namun bayangan saya tentang mencoba tidak sesuai kenyataannya. Saya pikir
semuanya harus dilakukan secara prosedur yang berlaku. Masukkkan CV dan apabila
menurut badan kepegawaian diri saya cukup mumpuni, mungkin saya akan dipanggil,
namun jika menurut mereka tidak sesuai kriteria, ya tidak apa-apa.
Tapi rupanya jalan
tidaklah semulus itu. Sebab informasi yang saya peroleh benar-benar membuat
hati terlecut. Sesuatu yang sejak dulu saya takuti.
Bagaimana mungkin
pemerintahan daerah yang baru seumur jagung itu memiliki sistem kepegawaian
semacam itu. Sogok, uang pelicin, tiket atau apalah istilah yang mereka berikan
untuk hal-hal semacam itu. Sesuatu yang membuat saya tertawa, miris dan tidak
tahu harus berbuat apa.
Bayangkan saja, untuk
bisa menjadi tenaga honorer disana kita haru setor uang minimal sebesar Rp
20.000.000,-. Untuk kelanjutan tenaga-tenaga honerer yang telah membayar ini
saya tidak tahu. Apakah ada jaminan pengangkatan sebagai PNS, saya tidak ingin
tahu.
Saya sedih, bukan
karena masalah kesanggupan setor uang sebesar Rp 20jt, tapi lebih dari itu mau
jadi apa kepemerintahan yang penuh dengan hal menjijakkan seperti itu.
Oke, tidak sepenuhnya
salah petinggi pemda karena jika tidak ada orang-orang si pengejar kedudukan
yang berlomba-lomba agar terlihat hebat itu, tentu praktek semcam itu tidak
akan terjadi. Tapi sayangnya, dari 120 kursi yang disediakan, mereka bahkan
menerima 128 orang, overload, pokoknya kalau ada yang berani bayar - tampung!!
Dan saya hanya bisa
mundur teratur dan dengan berat hati menjadi anak tak berbakti, yang tidak bisa
membuat hati Ibunya berbahagia di usia senjanya.
Mungkin terlalu muluk
jika berharap segala macam praktek kotor sirna dari Negeri yang katanya sudah
merdeka 68 tahun ini. Untuk beberapa teman yang tidak terlambat bertindak
seperti saya, yang bisa masuk dalam jajaran tanpa uang jaminan semacam itu,
saya ucapkan selamat. Laksanakan tugas kalian dengan benar, tanpa menggadaikan
idelaisme kalian. Apajadinya daerah kita kalau seperti itu terus. Lihat saja,
tidak ada kemajuan yang berarti didaerah kita.
Dan saya bertekad akan
menemukan cara lain untuk menunjukkan bakti pada orang tua, tanpa harus
menggadaikan idealisme dan harga diri.
Lebih baik miskin secara terhormat dari pada kaya dengan cara hina.
Merdeka itu sederhana saja,
merdeka secara terhormat dengan miskin, dengan mengikuti prosedur yang berlaku.
Sebab hidup memang sederhana.
===
Tulisan ini juga saya posting di Dream Weaver - Blogdetik
Warm regards,
Azzuralhi
Tidak ada komentar
Harap tinggalkan komentar yang relevan ya teman-teman^^