Hari Ini Istimewa

[caption id="attachment_4715" align="aligncenter" width="516"]Menara Katedral Menara Katedral[/caption]

Hari ini istimewa. Terlepas dari perayaan natal bagi umat Kristiani.


Bukan karena pagi ini tiba-tiba saya ingin “hilang” sebagaimana sebelum-sebelumnya. Tentang itu, saya tidak pernah habis pikir dibuatnya, atau memang, yah beginilah kehidupan. Selalu saja ada hal yang membuatmu kadang ingin menyerah. Kalau dulu saya kira keterbatasan membuat segala gerak ini terbatas, sekarang tidak. Karena percuma merutuk keterbatasan, sebab ia tidak akan pernah bisa disingkirkan dengan keluh kesah. Sungguh saya sadar sesadar-sadarnya. Setidaknya saya tidak memiliki keterbatasan fisik dan akal. Masih ada harapan, selagi saya masih mau mencoba, bertahan, berdamai, bersyukur lalu ikhlas.


Semuanya sepele, sungguh. Tapi ketika hal-hal sepele itu menumpuk dan menumpuk – tidak semua orang bisa menahannya.


Hari ini istimewa. Saya sadar, tingkat keberagamaanku masih sebegitu cetek. Tapi setidaknya saya tidak suka dengan dengung peperangan, perpecahan dan tindakan saling menghina. Bukankah kita punya kepercayaan masing-masing, dan kepercayaan-kepercayaan kita ini memiliki ajaran yang tidak pernah menjerumuskan pengikutnya pada hal-hal yang merusak.


Beberapa tahun yang lalu, saya dan teman-teman kost sholat Idul Adha di Masjid Istiqlal. Kebetulan ada yang bawa mobil. Ketika itu parikran di Pelataran masjid Istiqlal sudah penuh, lalu kami diarahkan ke parkiran yang berlokasi di Gereja Katedral. Inilah toleransi, inilah saling menghormati dan inilah saling menjaga.


Tadi malam, sepulang kerja, kebetulan saya dan teman lewat sekitar Katedral dan Istiqlal. Parkiran di katedral sudah penuh bahkan sampai ke bibir jalan. Tentu saja, pelataran parkir di Istiqlal juga sudah penuh. Sekali lagi, inilah damai.


Sungguh, hidup berdampingan dalam perbedaan itu suatu keindahan yang tiada tara. Jika hidup damai itu indah lalu mengapa kita harus menebar onar yang tidak pernah diajarkan oleh agama manapun. Tidak, Nabi SAW tidak mengajarkan hal seperti itu. Ketika ada pertentangan, beliau selalu mencari jalan damai, selagi itu masih memungkinkankan. Tidak ada gunanya menumpahkan darah. Dengan membuat keonaran sana-sini, justru akan membuat citra suatu kepercayaan akan runtuh, jelek, dan ujung-ujungnya pertumpahan darah.


Sungguh, masih banyak yang bisa kita lakukan dibanding memancing onar sana-sini. Coba berkacalah, sudah sebegitu benarkah keberagamaan diri masing-masing, sudah benarkah cara pandang kita selama ini. Dari pada sibuk mengurusi kebergamaan orang lain, lebih baik perbanyak bekal masing-masing. Perbanyak ilmu, perbanyak amal kebaikan tanpa memandang perbedaan.


Oke, hari ini istimewa. Terlepas karena hari ini tanggal merah yang artinya saya bisa lepas dari rasa jenuh dan enggan terhadap pekerjaan. Tadi pagi, saking enggannya saya terhadap pekerjaan ini, saya seperti mendengar suara si bos yang sedang menelpon rekannya. Lho kok? Ini kan hari libur? Lho kok ada suara orang itu sih? Bisa ga sih saya bebas dari suara-suara itu? Ngapain sihhhh, inikan hari libur? Astaga, sepertinya saya benar-benar harus cari kerjaan lain. Ckckc >_<


Hari ini sitimewa. Hehe :mrgreen: iya iya


Pasti udah bosen dengan kata “ hari ini sistimewa” hahhha. Hari ini istimewa.


Hari ini my beloved sista ulang tahuuuuun. Happy birtday sista, hope you all dream come true, wish you all the best. Semoga semakin istiqomah dengan jilbabnya ;) dan semoga segera dipertemukan dengan si pemilik tulang rusuk. Kasian si Mak selalu nanyain.


Dia anak ke-tiga dari kami yang lima bersaudara. Jarak ku dengannya sekitar 4 tahun, jarak yang paling jauh diantara kelahiran kami semua. Sedangkan saya dengan adik, merupakan jarak yang paling dekat yaitu Cuma 1 tahun.


Dengan jarak 4 tahun, memang dulu kami tidak terlalu dekat. Dia lebih sering tinggal ditempat saudara jadi kami jarang bertemu. Sd dia tinggal dengan nenek di desa, sedangkan saya tinggal bersama orang tua di sawah. SMP dia tinggal dengan salah seorang paman, sedangkan saya baru menginjak kelas 4 SD. Pulang cuma sesekali saja. Mungkin dia tidak tahu, betapa senangnya saya ketika dia pulang. Dan ketika SMA, lagi-lagi dia tinggal dengan saudara yang lain, yang jaraknya lebih jauh. Yahh, walaupun Cuma 1 jam perjalanan dengan naik angkutan pedesaan, tetap saja dia semakin jarang pulang. Untungnya saya bukan tipe orang yang dibesarkan dengan “rengekan”. Saya berusaha memahami. Bahkan terkadang saya tidak terlalu faham, apa bedanya jika dia ada ataupun tidak ada. Hahha, jahat ya? [Siapa yang jahat.??]


Setelah dia tamat SMA, langsung dibawa salah satu saudara ke sini – Jakarta. Sedangkan saya dimintanya sekolah di Ibukota – Bandar Lampung. Saya ingin menolak, tapi sepertinya waktu itu tidak ada alasan bagiku untuk menolak. Masa iya saya harus bilang “tidak”. Pada akhirnya saya harus menurut, walaupun berat meninggalkan kehidupan sehari-hari di kampung yang sudah mendarah daging, berat meninggalkan kedua orang tua, berat berpisah dengan teman-teman tanpa “upacara” perpisahan. Pada akhirnya hanya sepucuk surat yang mewakili salam perpisahan.


Kata orang, dalam setiap perpisahan selalu akan berat bagi yang ditinggalkan. Orang tuaku mungkin iya. Tapi sepertinya teman-temanku tidak ada yang merasa kehilanganku. Sedangkan saya, terus mencakar-cakar jarak yang begitu luas, selalu berharap ada mereka.


Entahlah, rasanya setiap pulang, saya sudah bukan lagi bagian dari mereka. Saya mencoba masuk dan masuk, tapi hasilnya bukan apa-apa, just say “Hi”. Thisssss soooo... arrgghhh


Oke, ya. Mungkin ini hanya perasaanku saja.


Dan sekarang disinilah saya – Jakarta, menyusul si kakak. Mencari peruntungan pada mayapada yang tak pernah berbelas kasih pada siapapun anda yang lembek. Saya tidak lembek, itu bukan saya. Tapi memang semua orang punya titik dimana ia merasa “cukup” dan ingin menyerah dan berhenti. Tapi sekarang bukan waktu yang tepat bagiku untuk berhenti dan menyerah. Tidak, saya tidak ingin kalah, saya tidak ingin jadi pecundang.


Selama 5 tahun tinggal bersama, dalam satu kamar dan dibawah atap rumah yang sama dengan kakak. Mungkin ini waktu terpanjang – terlama kami bisa bersama. Terkadang saya bosan, juga kadang kesal. Ingin benar-benar tinggal sendiri dalam satu kamar tanpa satu orangpun yang mengganggu. Saya bisa melakukan apa saja yang membuatku senang tanpa khawatir membuatnya terganggu. Tidur larut malam tanpa mendengar ocehannya untuk segera mamatikan lampu, atau tidak perlu kaget dengan udara dingin dari jendela, karena setelah subuh jendela itu sudah dibukanya.


Terlepas dari semua itu, dia adalah “lonceng” bagiku selama berada disini. Terkadang saya pikir, saya tidak bisa benar-benar lepas dari pengawasan seseorang, dan saya senang ada dia.


Once again, Happy Birtday my beloved sista ;)


[Salemba, 25 Desember 2012]

Tidak ada komentar

Harap tinggalkan komentar yang relevan ya teman-teman^^