Autisme Pada Anak Usia Prasekolah


BAB 1

PENDAHULUAN

A . Latar Belakang
Keharmonisan hubungan dengan anak-anak tercinta merupakan dambaan setiap orang tua. Untuk mencapai hal itu, membutuhkan proses yang panjang dan butuh perjuangan serta kesabaran agar mndapatkan hasil yang terbaik.
Anak adalah dambaan setiap orang tua. Kehadiran seorang anak sangat berarti bagi kelangsungan keturunan dan perwujudan harapan orang tua. Orang tua menginginkan agar anak mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari tingkat pendidikan yang dimilikinya.
Berdasarkan alasan tersebut, maka diantara banyak orang tua yang mulai berminat untuk memasukkan anak ke jenjang pendididikan pra sekolah seperti Taman Kanak-Kanak. Orang tua mempunyai harapan agar anaknya dapat berprilaku dengan baik, dapat bersosialisasi dengan lingkungan dan memiliki kemampuan dasar. Karena taman kanak-kanak, anak diajarkan untuk mencoba mengendalikan emosinya, sabar dalam menunggu giliran, mau berbagi dengan teman, dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi, dll. Selain itu, anak juga dibiasakan untuk berprilaku dengan baik sesuai dengan ajaran agama. Taman kanak-kanak juga mempunyai tujuan untuk mengembangkan kemampuan dasar anak secara optimal.

Kemampuan dasar tersebut adalah kemampuan berbahasa, kognitif, fisik motorik dan seni. Semua kemampuan itu akan berguna bagi anak sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.Akan tetapi, apabila ternyata yang diharapkan oleh orang tua terhadap anak tidak terwujud, maka orang tua akan merasa sangat kecewa. Kenyataan bahwa anak memiliki perilaku yang jauh berbeda dari teman-temannya yang lain yang ada di sekolah dan dia lebih tertarik dengan dunianya sendiri sangatlah berat diterima.
Seperti gangguan Autis yang merupakan salah satu kelompok dari gangguan pada anak yang ditandai munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, komunikasi, ketertarikan pada interaksi social, dan prilakunya.

Dalam bahasa Yunani dikenal kata Autis “Auto” berarti sendiri. Sedangkan istilah Autisme berasal dari kata "Autos" yang berarti diri sendiri "Isme" yang berarti suatualiran. Berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri.
Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Bahkan pada autistik infantil gejalanya sudah ada sejak lahir. Istilah ini ditujukan kepada seseorang ketika dia menunjukkan gejala hidup dalam dunianya sendiri / mempunayai dunia sendiri. Autisme memang merupakan kelainan perilaku yang penderitanya tertarik pada aktifitas mentalnya sendiri. Autis dapat terjadi disemua kalangan masyarakat.
Diperkirakan 75%-80% penyandang autis ini mempunyai retardasi mental, sedangkan 20%dari mereka mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk bidang-bidang tertentu (savant).
Saat ini prevalensi anak dengan kelainan hambatan perkembangan telah mengalami peningkatan yang sangat mengejutkan. Di Pensylvania, Amerika Serikat, jumlah anak-anak Autisme saja dalam lima tahun terkhir meningkat sebesar 500%, menjadi 40 dari 10.000 kelahiran. Belum terhitung anak-anak dengan prilaku lainnya. Sejauh ini di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian untuk hal ini. Akan tetapi , jika kita tahu bahwa factor-faktor penyebab dari hambatan perkembangan prilaku anak ini lebih tinggi di Indonesia dibandingkan dengan Amerika Serikat, maka dapat diperkirakan bahwa jumlah anak dengan kelainan ini pasti jauh lebih banyak dari pada di Amerika serikat. Jenis kelainan pada anak-anak dengan kebutuhan khusus ini dapat berupa Autism infantile (yang merupakan kelainan terberat), Asperger’s desease, Attention Deficit (Hyperactiv), Disorder atau AD (H) D, Speech Delay, Dyslexia, Dyspraxia, dsb. Dan sebagai orang tua juga sering kali terlambat ketika tahu bahwa anaknya mengalami gangguan prilaku yang berbeda dari anak-anak lainnya. Artinya, usia anaknya sudah melebihi 5 tahun. Bahkan ada yang membawa anaknya ke Dokter dengan Autisma yang telah berusia 15 tahun.

B . Identifikasi Masalah
Anak yang suka bermain dalam dunianya sendiri berbeda dengan anak-anak normal lainnya bukanlah hal asing lagi. Kita tahu anak seperti itu adalah anak yang mempunyai gangguan prilaku keterlambatan dalam bidang kognitif, komunikasi, ketertarikan pada interaksi social dan prilaku yang disebut Autis.
Ciri-ciri anak yang mengalami Autisme pada usia kanak-kanak yaitu tidak mampu menjalani interaksi sosial yang memadai seperti kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup dan gerak-geriknya kurang tertuju. Dan anak Autis juga cenderung memiliki gangguan bicara.

C . Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka penulis membatasi masalah ini, yaitu pada anak Autis usia taman kanak-kanak / Usia Prasekolah dan hanya pada masalah autis saja, dan bukan masalah lain.

D . Perumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah yang penulis beri judul “Bagaimana cara mengatasi Anak Autis pada anak usia Prasekolah “.

E . Kegunaan Hasil Penelitian Ilmiah
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ilmiah ini diantaranya:
1. Bagi penulis, agar dapat memberikan pengetahuan dalam mengatasi anak yang memiliki gangguan Autis, sehingga penulis dapat mengaplikasikan pada saat mengajar di Taman Kanak-kanak.
2. Bagi orang tua, agar lebih memahami tentang Autis; dari mengetahui ciri-ciri anak yang mengalami gangguan Autis dan dapat mencari jalan pemecahan masalahnya sedini mungkin.
3. Bagi anak, agar anak memproleh penanganan sesara efektif dan sedini mungkin sehingga anak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya dengan baik.
4. Bagi guru, agar lebih memahami tentang anak Autis dan dapat memberikan solusi yang tepat, baik terhadap anak maupun orang tua.



BAB II

KAJIAN TEORI

A .Teori Autis
Autisme berasal dari kata Auto yang berarti sendiri, penderita Autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah Autisme baru diperkenalkan pada tahun 1943 oleh LEO KANNER sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau.
Dahulu dikatakan Autisme merupakan kelainan seumur hidup, tetapi kini sudah ditatalaksanakan koreksi pada usia sedini mungkin. Sebaiknya koreksi ini jangan melebihi usia 5 tahun, karena diatas usia ini perkembngan otak anak akan sangat melambat. Usia paling ideal adalah 2-3 tahun. Kerena pada usia ini perkembangan otak anak berada pada tahap paling cepat. Disamping itu lama terapi rata-rata 2-3 tahun dapat mempersiapkan anak untuk memasuki sekolah regular sesui dengan umurnya.

Penderita Autisme mempunyai karakteristik sebagai berikut;
a. Selektif berlebihan terhadap rangsang
b. Kurangnya motivasi untuk menjelajahi lingkungan baru
c. Respons stimulasi diri sehingga mengganggu integrasi social
d. Respons unik terhadap imbalan ( Reinforcement )

Khususnya imbalan dari stimulasi diri, anak merasa mendapat imbalan berupa hasil penginderaan terhadap perilaku stimulasi dirinya, baik berupa gerakan maupun berupa suara. Sehingga menyebabkan dia selalu mengulang perilakunya secara khas.
Perilaku Autistik digolongkan dalam 2 jenis, yaitu perilaku yang eksesif (berlebihan) dan perilaku yang deficit (berkekurangan).
Yang dimaksud perilaku eksesif adalah hyperaktif dan tantrum ( mengamuk ) berupa menjerit, menyepak, menggigit, mencakar, memukul dsb. Sedangkan perilaku deficit adalah ditandai dengan gangguan bicara, perilaku sosial yang kurang sesuai ( naik ke pangkuan ibu bukan untuk kasih sayang melainkan untuk mendapatkan sesuatu, misalnya kue ). Deficit sensoris sehingga dikira tuli, bermain tidak benar dan emosi yang tidak tepat, misalnya tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab dan melamun.

Menurut para psikolog mulai abad 19 M, anak Autisme dikelompokkan ke dalam golongan anak yang bermasalah.
Sedangkan menurut pengertian kamus, Autisme adalah anak yang berpikir dengan kemampuan khayal. Pengertian lain dari Autistik adalah anak yang merasa tergangu bila sedang “khayal – fana”, lalu diganggu oleh kesibukan formal. Autisme juga dapat berarti anak yang pintar berbicara, cepat menguasai perbendaharaan kata dan tidak terkalahkan saat berdebat meskipun dengan anak normal yang jauh lebih tua darinya.
Sedangkan untuk anak yang bermasalah, ciri utama yang paling menonjol ialah sulit diajak untuk mengenal cahaya ilahi, sebab memorinya hilang. Kadangkala anggota tubuhnya ada yang kurang. Oleh karena itu, para psikolog memberikan sebutan “Anak luar Biasa atau idiot” yang IQ nya dibawah 100. Anak luar biasa umumnya cacat fisik, keterbelakangan mental memiliki kelemahan fisik, terganggu mental, tidak mempunyai kemampuan belajar dan memiliki perilaku yang ketinggalan. Jadi sebaiknya ditempatkan di kelas “luar biasa” atas tanggungan pemerintah. Sebab pada umumnya mereka hadir pada keluarga bermasalah atau kurang mampu.

Dr. Z Waigenbaum mengatakan bahwa kekuatan prediksi dari ciri-ciri anak Autis telah dipantau selama 24 bulan, yang kemudian benar-benar terdiagnosis sebagai ASD menunjukkan sedikitnya tujuh dari enam belas ciri-ciri.
Adapun ciri-ciri tersebut adalah:
a. tidak mau tersenyum bila diajak senyum
b. tidak bereaksi bila namanya dipanggil
c. tempramen yang pasif pada usia 6 bulan dan diikuti dengan iritabilitas yang tingi
d. cenderung sangat terpaku dengan benda tertentu
e. interaksi social yang kurang
f. ekspresi muka yang kurang hidup pada saat mendekati umur 12 bulan
g. pada umur 1 tahun, anak ini lebih jelas menunjukkan gangguan komunikasi dan berbahasa.

Hal ini akan mempengaruhi masa depan anak tersebut. Jessica Brian, salah seorang yang turut mengambil bagian dalam penelitian di Hopital For Six Children sudah mulai mengembangkan teknik-teknik intervensi dini untuk bayi yang menunjukkan cirri-ciri tersebut.
John Kdekan dan Vice President dari McMaster’s Faculty Of Health Science, mengatakan bahwa ini merupakan langkah maju yang penting. Kelompok di Oxford Centre telah melakukan langkah nyata dalam memberikan penanganan yang lebih baik bagi anak-anak dan keluarga karena telah ada seorang yang dinyatakan menderita Autistik.
Autisme atau biasa disebut dengan ASD (Autisti Spectrum Disorder) merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang kompleks dan sangat bervariasi (Spectrum). Biasanya gangguan ini meliputi cara berkomunikasi, berinteraksi social, dan kemampuan berimajinasi.

Menurut psikolog Dra. Dyah Puspita mengatakan bahwa begitu banyaknya jenis atau ciri penyandang Autisme, sehingga jenis Autisme merupakan rangkaian dari abu-abu muda hingga abu-abu tua. Penggunaan istilah Autisme berat atau parah dan Autisme ringan dapat menyesatkan. Jika anak dinyatakan Autisme berat atau parah maka orang tuanya merasa frustasi dan berhenti berusaha karena merasa tidak ada gunanya lagi. Sebaliknya, jika anak dinyatakan Autisme ringan atau tidak parah, maka orang tua merasa senang dan dapat berhenti berusaha karena orang tua merasa anaknya akan sembuh sendiri.
Kenyataannya Autisme – baik ringan maupun berat – akan membuat penderitanya sulit mandiri jika tanpa penanganan yang terpadu dan intensive.
Hal ini karena antara satu penyandang Autisme dengan penyandang yang lain tidak mengalami gejala yang sama. Setiap penyandang Autisme mempunyai kekhasannya sendiri. Dengan kata lain, ada 1001 jenis atau mungkin satu juta satu jenis Autisme di dunia ini dan tidak dapat dirinci satu persatu. Istilah yang lazim dipakai oleh para ahli adalah kelainan Spektrum Autisme atau ASD ( autism spectrum disorder ).

Menurut Richard Lathe dari Pieta Risearch di Edinburg, Inggris, mengatakan bahwa kemungkinan besar Autis terjadi karena logam-logam berat. Menurut lathe, Metabolit Porfirin mengikat reseptor di otak dan dapat menimbulkan Epilepsi dan Autisme.
Porfirin itu sendiri adalah suatu jenis protein yang memegang peran penting dalam memproduksi haem, yaitu komponen yang membawa oksigen dalam hemoglobin.
Sedangkan logam berat adalah adanya sekresi dari tubuh yang terganggu secara genetik atau kandungan logam berat sebagai penyebab kerusakan otak pada anak Autis.Contohnya pada makanan ringan dan aneka mainan yang mengandung bahan logam berat, seperti ;
• Arsenik ( As )
• Antimon ( Sb )
• Kadmium ( Cd )
• Air raksa ( Hg )
• Dan Timbal ( Pb )
Adalah racun otak yang sangat kuat. Kemungkinan lain, anak Autis disebabkan karena keracunan Merkuri. Keracunan merkuri pada anak-anak Autis masih dapat ditanggulangi dengan melakukan terapi Kelasi.
Jadi para peneliti tersebut mengembalikan kadar Porfirin menjadi normal pada dua belas anak dengan cara melakukan Kelasi, yaitu membersihkan dan mengeluarkan logam berat dari tubuh atau otak mereka. Sebagian peneliti belum mengetahui gejala anak-anak tersebut telah membaik, akan tetapi menurut Lathe, ia mendapatkan laporan yang Positif.

B . Teori Anak Prasekolah
Menurut Becher dan Snowman ( 1993 ), yang dimaksud dengan anak prasekolah adalah mereka yang berusia 3-6 tahun. Di Indonesia, umumnya mereka mengikuti program Tempat Penitipan Anak (3 bulan – 5 tahun), kelompok bermain (3 tahun), sedangkan usia 4-6 tahun, mereka mengikuti program Taman Kanak-kanak. Anak pada usia prasekolah akan mengalami kemajuan dalam perkembangan emosi dan sosialnya. Pada masa ini terdapat kemajuan dalam perkembangan otot, system syaraf dan koordinasi motoriknya, sehingga anak dapat melakukan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif, keterampilan social serta perkembangan emosinya. Anak pada usia prasekolah sudah dapat berkomunikasi dengan orng lain, perkembangan kognitifnya juga mulai berkembang, kemampuan anak dalam mengingat mulai bertambah dan anak mulai dapat berpikir.

Ciri Anak Prasekolah atau TK

1) Ciri Fisik Anak Prasekolah Atau TK. Penampilan maupun gerak gerik prasekolah mudah dibedakan dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya.
a. Anak prasekolah umumnya aktif. Mereka telah memiliki penguasaan atau kontrol terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri.
b. Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang cukup, seringkali anak tidak menyadari bahwa mereka harus beristirahat cukup. Jadwal aktivitas yang tenang diperlukan anak.
c. Otot-otot besar pada anak prasekolah lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Oleh karena itu biasanya anak belum terampil, belum bisa melakukan kegiatan yang rumit seperti misalnya, mengikat tali sepatu.
d. Anak masih sering mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan pandangannya pada obyek-obyek yang kecil ukurannya, itulah sebabnya koordinasi tangan masih kurang sempurna.
e. Walaupun tubuh anak lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak masih lunak (soft). Hendaknya berhati-hati bila anak berkelahi dengan teman-temannya, sebaiknya dilerai, sebaiknya dijelaskan kepada anak-anak mengenai bahannya.
f. walaupun anak lelaki lebih besar, anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam tugas motorik halus, tetapi sebaiknya jangan mengkritik anak lelaki apabila ia tidak terampil, jauhkan dari sikap membandingkan anak lelaki-perempuan, juga dalam kompetisi ketrampilan seperti apa yang disebut diatas.

2) Ciri Sosial Anak Prasekolah atau TK
a. Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti, mereka umumnya dapat cepat menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya, tetapi kemudian berkembang sahabat dari jenis kelamin yang berbeda.
b. Kelompok bermain cenderung kecil dan tidak terorganisasi secara baik, oleh karena kelompok tersebut cepat berganti-ganti.
c. Anak lebih mudah seringkali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih besar. Parten (1932) dalam social participation among praschool children melalui pengamatannya terhadap anak yang bermain bebas di sekolah, dapat membedakan beberapa tingkah laku sosial:
• Tingkah laku unoccupied anak tidak bermain dengan sesungguhnya. Ia mungkin berdiri di sekitar anak lain dan memandang temannya tanpa melakukan kegiatan apapun.
• Bermain soliter anak bermain sendiri dengan menggunakan alat permainan, berbeda dari apa yang dimainkan oleh teman yang berada di dekatnya, mereka berusaha untuk tidak saling berbicara.
• Tingkah laku onlooker anak menghasilkan tingkah laku dengan mengamati. Kadang memberi komentar tentang apa yang dimainkan anak lain, tetapi tidak berusaha untuk bermain bersama.
• Bermain pararel anak-anak bermain dengan saling berdekatan, tetapi tidak sepenuhnya bermain bersama dengan anak lain, mereka menggunakan alat mainan yang sama, berdekatan tetapi dengan cara tidak saling bergantung.
• Bermain asosiatif anak bermain dengan anak lain tanpa organisasi. Tidak ada peran tertentu, masing-masing anak bermain dengan caranya sendiri-sendiri.
• Bermain Kooperatif anak bermain dalam kelompok di mana ada organisasi. Ada pemimpinannya, masing-masing anak melakukan kegiatan bermain dalam kegiatan, misalnya main toko-tokoan, atau perang-perangan.

3) Ciri Emosional Pada Anak Prasekolah atau TK.
a. Anak TK cenderung mngekspreseikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut.
b. Iri hati pada anak prasekolah sering terjadi, mereka seringkali memperebutkan perhatian guru.

4) Ciri Kognitif Anak Prasekolah atau TK
a. Anak prasekolah umumnya terampil dalam berbahasa. Sebagian dari mereka senang berbicara, khususnya dalam kelompoknya, sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara, sebagian dari mereka dilatih untuk menjadi pendengar yang baik.
b. Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi dan kasih sayang. Ainsworth dan Wittig (1972) serta Shite dan Wittig (1973) menjelaskan cara mengembangkan agar anak dapat berkembang menjadi kompeten dengan cara sebagai berikut:
• Lakukan interaksi sesering mungkin dan bervariasi dengan anak.
• Tunjukkan minat terhadap apa yang dilakukan dan dikatakan anak.
• Berikan kesempatan kepada anak untuk meneliti dan mendapatkan kesempatan dalam banyak hal.
c. Berikan kesempatan dan dorongan maka untuk melakukan berbagai kegiatan secara mandiri.
d. Doronglah anak agar mau mencoba mendapatkan ketrampilan dalam berbagai tingkah laku.
e. Tentukan batas-batas tingkah laku yang diperbolehkan oleh lingkungannya.
f. Kagumilah apa yang dilakukan anak.
g. Sebaiknya apabila berkomunikasi dengan anak, lakukan dengan hangat dan dengan ketulusan hati.

Menurut penulis, maksud dari teori yang telah dijelaskan diatas atas adalah bahwa anak prasekolah mengalami empat aspek perkembangan di dalam kehidupannya. Berkembang atau tidaknya ke-empat aspek tersebut sangat dipengaruhi oleh kesiapan dan kemauan anak untuk mau berkembang, serta dukungan dari berbagai pihak . khususnya orang-orang terdekat anak tersebut untuk berusaha membantu anak mengembangkan aspek tersebut.

Ciri-ciri lain anak prasekolah, yaitu :
1. Anak prasekolah umumnya sangat aktif. Maksudnya, anak prasekolah senang sekali bergerak, dan bergerak merupakan ciri utama dari anak prasekolah. Anak menggunakan hampir seluruh waktunya saat masih terjaga untuk bergerak, baik bergerak dengan menggunakan motorik kasarnya, seperti berlari, memanjat dan melompat maupun menggunakan motorik halusnya, seperti menggambar, menggunting dan menempel
2. Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang cukup
3. Otot-otot besar pada anak prasekolah lebih berkembang dari pada control terhadap jari dan tangan. Maksudnya otot-otot besar pada anak lebih dulu berkembang dari pada otot-otot kecilnya. Jika menginginkan motorik halus anak berkembang, maka motorik kasar anak harus dikembangkan terlebih dahulu
4. Anak masih sering mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan pandangan pada obyek-obyek yang ukurannya kecil
5. Walaupun tubuh anak lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak masih lunak
6. walaupun anak laki-laki lebih besar dari anak perempuan, praktis dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam tugas motorik halus, sebaiknya jangan mengkritik anak laki-laki apabila tidak trampil.
Maksudnya, sebaiknya jangan mengkritik atau mencela anak apabila kemampuannya tidak bagus, karena anak sangat perasa. Sekali kritikan kepada anak akan menimbulkan dampak yang buruk bagi anak.

Sedangkan menurut Erik Erikson, ia lahir di Jerman dari orang tua yang berketurunan Denmark. Erikson tidak berhasil menyelesaikan pendidikan sekolah menengah tingkat atas namun ia mengikuti pendidikan dibidang seni. Pada usia 25 tahun ia membantu seorang wanita Amerika membuka sekolah di Wina. Ketika itu Erik diperkenalkan kepada Frend yang kemudian menawarkan Erikson untuk menjadi seorang Psikonalis. Erikson cepat menyelesaikan pelatihan Psikonalis, kemudian ia pergi ke Amerika untuk mengajar di Harvard, Yale dan Uversity of Californiadi Barkely. Ia melakukan konseling, bahkan tertarik untuk mempelajari berbagai suku bangsa di Amerika. Erikson juga melakukan penelitian terhadap anak normal maupun tidak normal serta melakukan pelayanan psikoterapi kepada tentara dalam perang dunia II.
Ketika itu Erikson tidak melihat manusia ketika dilahirkan memiliki potensi untuk menjadi baik atau buruk. Penjelasan Erikson tersebut mengenai perkembangan kepribadian seseorang berdasrkan prinsip Epigenesis.
Epigenesis adalah munculnya sesuatu yang baru dan yang terjadi secara kualitatif, tidak berkesinambungan.
Didalam pendidikan anak pra sekolah Erik Erikson membicarakan perkembangan kepribadian seseorang dengan titik berat pada perkembangan Psikososial tahapan 0-1 tahun, berada pada tahapan Oral Sensorik dengan krisis emosi antara “Trust Versus Mistrust”. Tahapan antara 3-6 tahun mereka berada dalam tahapan dengan krisis “Autonomy Versus Shame & Doubt” (2-3 tahun). “Initiative Versus Guilt” (4-5 tahun) dan tahap usia 6-11 tahun mengalami krisis “Industry Versus Inferiority”.

Tahap perkembangan Psikososial (Erikson, 1963)
1. Trust Versus Mistrust (dari sejak lahir – 1 tahun)
Sikap dasar Psikososial yang dipelajari oleh bayi, bahwa mereka dapat mempercayai lingkungannya. Apabila anak terpenuhi kebutuhan dasarnya dan apabila orang tuanya memberikan kasih sayang dengan tulus, anak akan berpendapat bahwa dunianya (lingkungannya) dapat dipercaya atau diandalkan. Sebaliknya apabila pengsuhan yang diberikan orang tua kepada anaknya tidak memberikan / memenuhi kebutuhan dasar yang diperlukan anak, tidak konsisten atau sifatnya negative, anak akan cemas dan mencurigai lingkugannya.

2. Autonomy Versus Shame and Doubt (lebih kurang antara 2-3 tahun)
Segera setelah anak belajar “Trust” atau “Mistrust” terhadap orang tuanya, anak akan mencapai suatu derajat kemandirian tertentu. Apabila “Toddler” (1,6 – 3 tahun) mendapat kesempatan dan memperoleh dorongan untuk melakukan yang diinginkan anak dan sesui dengan tempo dan caranya sendiri, tetapi dengan supervisi dari orang tua dan guru yang bijaksana, maka anak akan mengembangkan kesadaran autonominya. Tetapi apabila orang tua dan guru tidak sabar dan terlalu banyak melarang anak yang berusia 2-3 tahun maka akan menimbulkan sikap ragu-ragu terhadap lingkungannya. Sebaiknya orang tua menghindari sikap membuat malu anak apabila anak melakukan tingkah laku yang tidak disetujui orang tua. Karena rasa malu biasanya akan menimbulkan perasaan ragu terhadap kemampuan diri sendiri.

3. Inisiative Versus Guit (lebih kurang antara 4-5 tahun)
Apabila anak usia 4-5 tahun diberi kebebasan untuk menjelajahi dan bereksperimen dalam lingkungannya, dan apabila orang tua dan guru memberikan waktu untuk menjawab pertanyaan anak, maka anak akan cenderung lebih banyak mempunyai inisiatif dalam menghadapi masalah yang ada disekitarnya. Sebaliknya apabila anak dihalangi keinginannya, dan dianggap pertanyaan atau apa saja yang dilakukan tidak ada artinya, maka anak akan selalu merasa bersalah.

4. Industri Versus Inferiority (lebih kurang 6-11 tahun)
Dimensi polaritasnya adalah memperoleh rasa gairah dan dipihak lain mengatasi perasaan rendah diri. Dalam kehidupan social yang lebih luas, anak menyadari kebutuhan untuk mendapatkan tempat dalam kelompok seumurnya. Bila dalm kenyataannya ia masih dianggap sebagai anak yang lebih kecil baik dimata orang tua maupun gurunya, maka akan berkembang perasaan rendah diri, tidak akan pernah menyukai belajar atau melakukan tugas-tugas yang bersifat intelektual. Dan lebih parah, anak tidak akan percaya bahwa ia akan mampu mengatasi masalah yang dihadapinya.

J. Piaget, ia dilahirkan di kota universitas yang kecil, Nuechatel, Swiss pada tahun 1896. Ayahnya seorang Profesor dalam sejarah. Dengan demikian Piaget dibesarkan dalam suatu keluarga yang berorientasi dapat pendidikan sekolah.
Menurut J. Piaget, ia membicarakan perkembangan kognitif, perkembangan dari sensori motor (0-2 tahun), Praoperasional (2-7 tahun), Operasional Konkret (7-12 tahun) dan Operasional Formal (12-15 tahun). Maka perkembangan kognitif anak masa prasekolah berada pada tahap pra operasional.

Tahapan perkembangan kognitif :
1. Tahapan Sensori motor
Anak sejak lahir hingga usia sekitar 1 dan 2 tahun memahami objek di sekitarnya melalui sensori dan aktifitas motor atau geraknya. Karena pada bulan-bulan pertama anak belum mampu bergerak dalam ruangan, ia lebih mendapatkan pengalaman dari tubuh dan indranya sendiri. Setelah ia mampu berjalan dan memanipulasi benda-benda, mulailah ia memanipilasi objek-objek diluar dirinya.

2. Tahapan Pra Operasional
Proses berpikir anak berpusat pada penguasaan simbol-simbol (misalnya, kata-kata), yang mampu mengungkapkan pengalaman masa lalu. Dari kata Praoperasional sebagai Pralogis. Kesulitan yang dialami anak adalah berkaitan dengan “Peceptual Centration”, “Irreversibility” dan “Egocentism”.
Adapun tahapan masalah pada anak dalam kesulitan “Perception Centration”, biasanya anak hanya berkonsentrasi pada satu cirri, sedangkan ciri lain diabaikan.
“Egocentrism”, pada anak prasekolah tidak berarti mementingkan diri sendiri. Anak prasekolah tidak dapat melihat sesuatu dari pandangan orang lain. Sedangkan “Irreversibility”, anak secara mental tidak mampu menuangkan air dari bejana yang tinggi dan sempit kembali kembali ke suatu bejana yang lebih besar permukaan tapi lebih pendek.

3. Tahap Operasional Konkret
Pada tahapan ini anak mulai mampu mengatasi masalah yang berkaitan dengan Conservasi, Perceptual Contratation, dan Egocentrism namun masih dalam masalah yang bersifat konkret, belum yang bersifat abstrak.

Selain itu menurut Setiawan (2002), yang mengacu kepada teori Pieget, anak usia dini dapat dikatakan sebagai usia yang belum dapat dituntut untuk berpikir secara logis, yang ditandai dengan pemikiran sebagai berikut :
a. Berpikir secara konkret, dimana anak belum dapat memahami atau memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak (seperti cinta dan keadilan)
b. Realisme, kecenderungan yang kuat untuk menanggapi segala sesuatu sebagai hal yang nyata
c. Egosontri, yaitu melihat segala sesuatu hanya dari sudut pandangnya sendiri dan tidak mudah menerima penjelasan dari yang lain
d. Kecendrungan untuk berpikir sederhana dan tidak mudah menerima sesuatu yang majemuk
e. Animisme, yaitu kecenderungan untuk berpikir bahwa semua objek yang ada dilingkungannya memiliki kualitas kemanusiaan sebagaimana yang dimiliki oleh anak
f. Sentrasi, kecendrungan untuk mengkonsentrasikan dirinya pada satu aspek dari suatu situasi
Anak usia dini dapat dikatakan memiliki imajinasi yang sangat kaya dan imajinasi ini yang sering dikatakan sebagai awal munculnya bibit kreativitas pada anak.
Dapat disimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berusia antara 2-6 tahun, yang berada pada tahapan perkembangan awal kanak-kanak , yang memiliki karakteristik berpikir konkret, realisme, sederhana, animisme, sentrasi dan memiliki daya imajinasi yang kaya.


Menurut The National For the Educational Of Young Children (NAEYC) mendefinisikan pandidikan usia dini adalah pendidikan yang melayani anak usia lahir hingga 8 tahun untuk kegiatan setengah hari maupun penuh, baik dirumah maupun institusi luar. Asosiasi para pendidik yang berpusat di Amerika tersebut mendefinisikan rentang usia berdasarkan perkembangan hasil penelitian dibidang psikologi perkembangan anak yang mengindikasikan bahwa terdapat pola umum yang dapat diprediksi menyangkut perkembangan yang terjadi selama 8 tahun pertama kehidupan anak. NAEYC juga berperan sebagai lembaga yang memberikan panduan dalam menjaga mutu program pendidikan anak usia dini yang berkualitas yaitu program yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan keunikan individu.
Adapun pembagian rentang usia berdasarkan keunikan dalam tingkat pertumbuhan dan perkembangan di Indonesia, tercantum dala buku kurikulum dan hasil belajar anak usia dini yang terbagi kedalam rentang tahapan berikut ;
• Masa bayi berusia lahir – 12 bulan
• Masa ”Toddler” atau balita usia 1 – 3 tahun
• Masa prasekolah usia 3 – 6 tahun
• Masa kelas BTK usia 4 – 5/6 tahun

Sedangkan menurut The National Association for The Education, stilah ’preschool” adalah anak antara usia “toddler” (1 – 3 tahun) dan usia masuk kelas satu ; biasanya antara usia (3 – 5 tahun). Sementara pengertian “toddler’ adalah anak yang mulai berjalan sendiri sampai dengan usia 3 tahun. ‘kiderngarten” tujuannya untuk persiapan masuk kelas satu ; secara perkembangan meliputi anak usia 4 – 6 tahun. Dengan perkataan lain, yang dimaksud dengan anak usia TK adalah 4 – 6 tahun. Sedangkan anak usia prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3 – 5 tahun.
Adapun batasan yang digunakan oleh The Assosiation for The Education of Young Children (NAEYC), dan para ahli pada umumnya adalah sebagai berikut ;
Yang dimaksud dengan “Early Childhood” (anak masa awal) adalah anak yang sejak lahir sampai dengan usia 8 tahun. Batasan ini sering kali dipergunakan untuk merujuk anak yang belum mencapai usia sekolah dan masyarakat menggunakan bagi berbagai tipe prasekolah (preschool).
Early Childhood setting (tatanan anak masa awal), menunjukkan pelayanan untuk anak sejak lahir sampai dengan 8 tahun disuatu pusat penyelenggaraan, rumah atau institusi, seperti kindergarten, sekolah dasar dan program rekreasi yang menggunakan sebagian waktu atau penuh waktu.
Early Childhood Education (pendidikan awal masa anak), terdiri dari pelayanan yang diberikan dalam tatanan awal masa anak. Biasanya oleh para pendidik anak usia dini (Young Children) digunakan istilah Early Childhood (anak masa awal) dan Early Childhood Education (pendidikan awal masa anak) dianggap sama atau sinonim.



BAB III

PEMBAHASAN

A . Ciri-ciri Anak Autisme
Banyak yang menganggap bahwa satu-satunya penyebab autis adalah faktor genetik sehingga penderitanya dianggap tidak bisa disembuhkan namun bukti-bukti yang sekarang muncul menunjukkan ada peluang untuk penyembuhan karena gangguan itu tidak hanya dipengaruhi oleh faktor genetik melainkan juga dipengaruhi faktor lingkungan.

Namun menurut pakarnya, dr. Melly Budiman SpKJ dari Yayasan Autisme Indonesia mengatakan hal itu juga menunjukkan adanya peluang penyembuhan dan perbaikankondisi bagi penyandang autisme. "Autisme memengaruhi otak dan tubuh. Jika gangguan pada tubuh dapat disembuhkan maka itu akan membantu memperbaiki otak pula," katanya dan menambahkan bahwa hal itu didukung pula oleh fakta tentang banyaknya anak autistik yang ”sembuh”. Anak dengan gangguan spektrum autistik (Autistic Spectrum Disorder/ASD) biasanya mengalami gangguan pada saluran pencernaan, sistem kekebalan tubuh, susunan syaraf pusat dan proses detoksifikasi. Mereka juga alergi terhadap banyak jenis makanan, keracunan logam berat (Hg,Pb,As,Cd) dan kondisi biokimiawi tubuhnya terganggu. "Bila semua gangguan di tubuhnya dapat disembuhkan, maka otaknya akan bisa lebih berfungsi dengan baik," Yang terpenting dalam hal ini adalah mendeteksi dan mendapat diagnosa gangguan tersebut sedini mungkin. Semakin awal seorang anak terdiagnosa dan mendapat terapi yang tepat, semakin besar kesempatannya untuk kembali ke jalur perkembangan yang normal. Penatalaksanaan komprehensif bagi penyandang autisme meliputi perbaikan tubuh dari dalam (penatalaksanaan biomedis), medikamentosa (obat) bila diperlukan dan tatalaksana non-medis seperti terapi perilaku, wicara, okupasi, integrasi sensoris dan yang lainnya”.

Ada beberapa ciri-ciri gangguan Autisme masa kanak-kanak dengan gejala-gejala anak Autis sehingga dapat dengan mudah dideteksi, yaitu ;
• Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang memadai, seperti kontak mata sangat kurang ekspresi, muka kurang hidup, dan gerak-geriknya kurang tertuju
• Tidak dapat bermain dengan teman sebaya
• Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain
• Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal-balik
• Bicara terlambat atau sama sekali tidak berkembang ( tidak ada usaha untuk megimbangi komunikasi dengan cara lain selain bicara )
• Jika bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi
• Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang
• Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru
• Mempertahankan satu permintaan atau lebihdengan cara yang khas dan berlebihan
• Terpaku pada satu kegiatan rutin yang tidak ada gunanya
• Ada gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan diulang-ulang
• Sering sekali sangat terpukau pada benda
• Adanya keterlambatan atau gangguan dalam interaksi sosial, bicara dan bahasa, dan cara bermain yang kurang variatif sebelum umur 3 tahun
• Tidak disebabkan oleh syndrom rett atau gangguan disintegratif masa kanak-kanak.

Maksud dari ciri-ciri diatas adalah agar orang tua dapat mengetahui apakah anak-anaknya mengalami gejala-gejala Autis atau tidak. Karena perubahan dari anak normal menjadi Autis bisa saja menimpa setiap anak, seperti jika bayinya menolak kontak mata, lebih senang main sendir, tidak responsif terhadap suara dan bicaranya tidak berkembang normal.

B. Penyebab Autistik
Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa faktor genetika memegang peranan penting padaterjadinya autistik. Bayi kembar satu telur akan mengalami gangguan autistik yang miripdengan saudara kembarnya. Juga ditemukan beberapa anak dalam satu keluarga ataudalam satu keluarga besar mengalami gangguan yang sama.Selain itu pengaruh virus seperti rubella, toxo, herpes; jamur; nutrisi yangburuk; perdarahan; keracunan makanan, dsb pada kehamilan dapat menghambatpertumbuhan sel otak yang dapat menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung tergangguterutama fungsi pemahaman, komunikasi dan interaksi.

Anak autistik mempunyai masalah/gangguan dalam bidang:
1. Komunikasi:
• Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
• Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian sirna,
• Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
• Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tak dapat dimengerti orang lain
• Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi
• Senang meniru atau membeo (echolalia)
• Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya
• Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa
• Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu

2. Interaksi sosial:
• Penyandang autistik lebih suka menyendiri
• Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan
• Tidak tertarik untuk bermain bersama teman
• Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh
• Ekspresi wajah, postur tubuh dan gerak - gerik sangat kaku, tidak ada timbal balik sosial atau emosional, tidak memiliki ekspresi emosional terlihat bagaimana ekspresi wajahnya biasa saja ketika bertemu ibunya ataupun ketika digendong oleh bapaknya

3. Gangguan sensoris:
• sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk
• bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
• senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda
• tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut

4. Pola bermain:
• Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya,
• Tidak suka bermain dengan anak sebayanya,
• tidak kreatif, tidak imajinatif
• tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya di putar-putar
• senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda sepeda,
• dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana

5. Perilaku:
• Dapat berperilaku hiperaktif ataupun hipoaktif
• Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke
pesawat TV, lari/berjalan bolak balik, melakukan gerakan yang diulang-ulang
• tidak suka pada perubahan
• Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong
• Minat dan aktivitas yang terbatas

6. Emosi:
• sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan
• temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya
• kadang suka menyerang dan merusak, terutama ketika merasa terancam
• Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri
• Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain

Orangtua perlu serius menemukan keunggulan anaknya melalui konsep multiple intelligence bahwa kecerdasan bisa beragam. Ada kecerdasan matematis, kinetik, matematis dan verbal. Setiap anak autis memiliki ciri khusus dalam kuantitas dan kualitas yang berbeda. Ini adalah keunggulan anak autis yang harus dikembangkan.
Dengan demikian, tak heran cukup banyak anak yang menunjukkan kemampuan di bidangnya, seperti musik, seni, matematika, komputer, dan menggambar. Sebagian individu autis memiliki kemampuan luar biasa tanpa melalui proses belajar yang disebut savant, seperti mampu menghafal kamus ensiklopedia secara rinci.

Sayangnya, penanganan anak autis di Indonesia cenderung menekankan pada kekurangan (defisit), bukan pada penggalian dan pengembangan potensi. Padahal, pengembangan potensi dapat digunakan sebagai kompensasi dari defisit yang ada. Karena itu, cara terbaik memahami mereka adalah dengan berusaha mengenali mereka tanpa prasangka tertentu, apalagi membandingkan mereka dengan individu normal. Selain itu juga harus menggunakan perspektif holistik dan positif, yaitu memandang anak autis sebagai individu yang utuh dan memiliki potensi kreatif.

C. Therapi pada Anak Autis
Penderita Autisme biasanya dirawat dan disekolahkan dalam sekolah khusus anak autisme. Meskipun anak autis tidak bisa disembuhkan secara sempurna, namun anak tersebut dapatdilatih agar mampu hidup mandiri. Pendidikan yang diberikan pada sekolah khusus tersebut umumnya menekankan pada pemberian stimulasi melalui terapi – terapi (psikoterapi) sehingga anak dapat mengadakan kontak sosial dan mengurangi atau menghilangkan perilaku yang abnormal. misalnya dengan teori penguatan perilaku yaitu memberikan sesuatu yang disukai anak (buku puzzle) dengan syarat dia mau bergabung kembali dengan kelasnya.
Umumnya terapi – terapi yang digunakan disesuaikan dengan tingkat keparahan gejala-nya, beberapa jenis terapi yang biasa diberikan pada penderita autisme yaitu:
-Terapi Edukasi,
Dengan memberinya pendidikan kognitif secara sederhana dan praktis seperti membaca, menulis atau mengenalkan benda tertentu, anak diberi kumpulan kartu yang berisi gambar dan nama – nama orang disekitarnya, serta hal – hal yang perlu diperhatikan, misalnya gambar oven dengan tulisan hati – hati ini panas atau jangan bicara dengan orang asing.

- Terapi Okupasi
Yaitu dengan melatih gerakan motorik otot - ototnya, misalnya dengan melepas baju, atau menaruh tas. misal melatih anak membuat minuman sendiri, yaitu membuka bungkus minuman, lalu mengaduknya, walaupun anak belum bisa mengambil sendiri jenis minuman tersebut.

-Terapi Bicara,
Yaitu pemberian stimulus tertentu yang mendorong anak untuk berbicara. Contohnya tiap kali pulang dan masuk rumah selalu berkata “Mami, saya sudah pulang”, tidak peduli ada atau tidak ibunya di tempat itu.

-Terapi obat-obatan,
Yaitu dengan memberikan obat yang menurunkan hiperaktifitas, sterotipik, menarik diri,kegelisahan, dan afek yang labil. Contohnya obat penenang (sesuai dosis)

-Terapi Makanan,
Yaitu dengan memberikan gizi yang cukup pada makanan-nya agar perkembangan sel tubuhtidak terganggu.

Autisme memang tidak dapat disembuhkan secara total, namun demikian diharapkan semakin dini dalam penanganan penderita autisme semakin besar kesempatannya untuk dapat berperilaku normal, mandiri dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitarnya.



BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Keberhasilan penyembuhan atau perbaikan gangguan autisme tergantung pada banyak faktor seperti berat atau ringannya gangguan pada otak, berat atau ringannya gangguan pada tubuh, kecepatan anak terdiagnosa serta penanganan dini, tepat, terpadu dan intensif. Banyak anak mengalami perkembangan yang luar biasa, namun banyak pula yang tidak berkembang dengan baik, dalam hal ini orang tua penyandang autisme membutuhkan dukungan dari dokter, terapis dan terutama masyarakat supaya bisa tegar menghadapi keadaan anaknya dan tidak berputus asa. Karena itu masyarakat juga harus lebih memahami apa itu autisme, dan tidak mengolok-olok atau melecehkan individu autistik, tetapi lebih bersikap toleran dan membantu, untuk bersikap empatik terhadap orang tua anak penyandang autisme dan mengerti kesulitan yang mereka hadapi. Pengelola sekolah hendaknya juga memberi kesempatan pendidikan kepada anak penyandang autisme yang memang layak dan mampu. Dan pemerintah tentunya harus memberi jaminan dalam bidang kesehatan, pendidikan dan terapi yang terjangkau oleh semua golongan masyarakat.

Anak-anak penderita autis tidak seharusnya menjadi beban bagi orangtua dan lingkungannya. Melalui terapi khusus serta berbagai program latihan lain mereka bisa menjadi anak mandiri. Bahkan mereka ini bisa tumbuh dan berkembang normal bersama anak normal lainnya.
Hal ini sangat mungkin terjadi, anak autis disekolahkan.Apalagi mengingat tingkat intelegensia penderita autis ini bervariasi mereka bisa memiliki IQ yang di bawah rata-rata, sama dengan anak normal bahkan mungkin ada yang di atas anak normal. Anak didik kita di sini ada yang usianya baru empat tahun tetapi kecerdasannya sama dengan anak kelas II SD.
Meski di dunia kedokteran belum diketahui secara pasti penyebab seseorang menderita autis, tetapi ada tiga kemungkinan yang menyebabkan seorang anak mengidap kelainan gangguan perkembangan mental. Kelainan genetik, keracunan logam berat atau terinfeksi virus bisa menjadi penyebab seseorang menderita kelainan autis. Metode terapi yang diberikan pada anak autis disesuaikan kelainan yang diderita seorang penderita autis. Terapi musik, terapi okupasi untuk anak mengalami gangguan motorik terapi wicara untuk yang mengalami kelambatan bicara serta terapi edukasi. Karena itu terapi yang diberikan pada anak autis melibatkan berbagai pihak terdiri dari psikologi, ahli terapi bicara, ahli fisioterapi serta dokter dan sejumlah tenaga ahli lain.


B.SARAN
Keluarga khususnya orang tua harus lebih hati-hati pada saat anak mulai berbeda dengan anak-anak lain,mungkin bisa saja terjadi gejala autisme yang tidak pernah diduga sebelumnya.Orang tuapun harus sering mengajak anak untuk berkomunikasi jangan sampai dia merasa seakan-akan hidup sendiri karena itupun bisa terjadi pada anak autis,namun jika itu terjadi sebaiknya orang tua harus dapat menerima dan sabar dalam menjalaninya jangan sampai orang tua merasa bertanggung jawab atas kondisi yang terjadi pada anak.Ketika anak dinyatakan tidak normal orang tua merasa bersalah sangat bersalah,padahal sering kali penyebabnya di luar kendali.
Adapun hal yang paling penting adalah keluarga besar dapat menerima kondisi anak dan janganlah pernah menutup-nutupi kondisi anak,ceritakanlah secara terbuka pada keluarga mungkin saja dengan menceritakannya keluarga akan lebih menerima kenyataan tentang kondisi anak.
Anak jangan hanya dibiarkan saja,orang tua harus sering-sering mengajak anak untuk berkomunikasi dan berkonsultasilah pada ahli yang menangani anak autis seperti dokter,ceritakanlah secara rinci tentang kondisi anak dan seringlah membaca buku tentang anak-anak autis serta banyakmencari tahu melalui seminar-seminar.
Ajaklah anak untuk dapat mengenal orang lain seperti masukkanlah anak ketempat sekolah-sekolah yang bisa menerima anak autis serta bekerja samalah oarang tua dengan guru untuk membantuanak dalam mengatasi anak autis dan guru harus bisa mengajak anak agar bisa ikut bergabung dengan anak lain dan guru juga dapat memberikan perhatian yang lebih terhadap anak autis pada saat disekolah.
Serta masyarakat yang berada disekitar lingkungan tempat tinggal anak hendaknya dapat memberikan dukungan dan sikap yang positif terhadap anak sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang seperti anak-anak normal lainnya.




DAFTAR PUSTAKA

Danuatmaja, Bonny (2005); Terapi Anak Autis dirumah, Jakarta: Puspa swara

Handojo, Y (2003); Autisme, Jakarta: PT.Bhuana ilmu populer kelompok gramedia

Patmonodewo, Soemiarto (2003); Pendidikan Anak Prasekolah, jakarta: Rineka cipta

Prasetyono, Dwi Sunar (2007); Membedah Psikologi Bermain Anak, Jogjakarta: Think jogjakarta

Prasetyono, Dwi Sunar (2008); Serba-Serbi Anak Autis, Jakarta: Diva press

Sudono,A (1991); Pedoman Pendidikan Prasekolah, Jakarta: Grasindo

Syah, Amiruddin (2008); Reinkarnasi Ma’rifatulloh Anak Autis dan Indigo, Jakarta: Institut kajian tasawuf

Tangyong,A.F,et.al. (1987); Pengembang Anak Usia Taman Kanak-kanak, Jakarta : PT Gramedia

* Dan berbagai sumber Lainnya.

3 komentar

Harap tinggalkan komentar yang relevan ya teman-teman^^