Saya tidak pernah bermimpi jadi Ketua KPK, jujur – saya akui hal itu, sampai sekarang. Karena besarnya tanggung jawab seorang ketua KPK. Tanggung jawab yang mulia, tentu saja.
Bukan hanya karena njelimetnya sebuah kasus yang harus mereka tangani, tapi sulitnya memberantas korupsi itu sendiri.
Seperti halnya membuang sampah pada tempatnya, seberat itu jugalah pemberantasan korupsi di Indonesia yang kita cintai ini. Mengapa saya katakan demikian?
Memberantas korupsi di Indonesia ibarat membiasakan masyarakatnya untuk membuang sampah pada tempatnya, sulit, butuh waktu dan kesabaran. Mendarah daging, sudah kebiasaan atau bahkan itu sudah jadi tradisi yang secara tidak langsung sebenarnya kita semua menyadari hal tersebut.
Dan, owh dear. Bukannya saya pesimis dengan itu semua. Bisa, tapi sekali lagi saya tegaskan itu sulit. Ayolah, tidak usah munafik dengan kenyataan ini. Kenyataan yang sebenarnya kita sadar betul kebenarannya. Tidak usah ditutup-tutupi.
Sulit, tapi bukan berarti kita tidak patut untuk mencoba. Tidak ada alasan untuk tidak mencoba jika dampaknya untuk kebaikan bersama. Agar masyarakat terbiasa untuk membuang sampah pada tempatnya tentu saja butuh adanya ketersediaan sarana. Sediakan tempat sampah.
Butuh dana? Pemerintah punya. Toh selama ini mereka sudah menggadang hal tersebut. Percuma menggadang segudang peraturan jika pelaksanaannya nol besar, sedangkan anggaran pembuatan peraturan itu sendiri diluar nalar, buang-buang dana. Mereka bicara tentu karena mereka tahu apa yang harus mereka lakukan. Dana dari permerintah tidak terbatas. Ya, setidaknya jika itu tidak jadi lahan basah bagi koruptor mata duitan dan tak bernurani.
Aktifis lingkungan punya dana. Tapi dana mereka terbatas, bergantung pada kerendah hatian masyarakat sekitar, pengusaha-pengusaha yang tidak tamak.
Lalu masyarakat, mari kita patuhi peraturan. Please, ini untuk kebaikan kita bersama. Tidakkah kalian jijik dengan sampah-sampah yang tergeletak tidak pada tempatnya? Tidakkah kita senang dengan lingkungan yang bersih, bangga, karena setidaknya kita merasa pantas untuk dilihat. Tidakkah kita lelah dicemooh oleh negara-negara tetangga. Tidakkah kita lelah dengan keterbelakangan yang menyesakkan ini?
Seperti halnya korupsi. Jika negara ini mengagungkan keberagaman budaya di Indonesia, maka tidak salah lagi, budaya korupsi juga termasuk didalamnya. Haha
Ironis, memang. Tapi begitulah faktanya. Korupsi bagi masyarakat kita sudah termasuk bagian dari kebudayaan. Oke mari kita telisik.
Faktanya, kebudayaan muncul karena kebiasaan. Dan karena masyarakat sudah biasa melihat, mendengar dan menyaksikan lalu berujung pada melakukan korupsi, jadi korupsi bisa masuk dalam hitungan kebudayaan, hahaha.. Benar-benar membanggakan. Indonesia punya kebudayaan semacam ini. Hahaha. Ini benar-benar lucu, saya bahkan tidak bisa berhenti tertawa. Haha
Jangan salahkan nenek moyang kita, benar-benar keputusan yang keliru jika kita menyalahkan mereka. Karena toh mereka sudah tidak tahu apa-apa. Mungkin bukan ini yang dulu mereka maksudkan, tapi kita yang salah mengartikan.
Mengapa kita? Sebagaimana peluang yang bisa kita lakukan sebagai salah seorang yang tidak patuh untuk membuang sampah pada tempatnya, kita semua berpeluang melanggar aturan ini (tapi sebagian kita mungkin menganggap membuang sampah pada tempatnya bukanlah peraturan, tapi hanya lelucon yang dibumbui ketidakseriusan). Begitu juga dengan korupsi. Setiap orang berpeluang melakukan tindak korupsi. Korupsi terjadi ketika ada peluang, tidak hanya karena adanya niat sang pelaku (inikan katanya bang napi, loh ??).
Jadi apa yang saya lakukan jika saya jadi ketua KPK? Tidak banyak. Cukup membuat peraturan lebih jelas, tidak membuatnya terlihat seperti lelucon yang dibumbui ketidakseriusan seperti apa yang dipikirkan penjahat lingkungan tentang membuang sampah pada tempatnya.
Akan terlihat seperti lelucon jika peraturan itu tidak jelas. Buat mereka jera, bukan mereka, karena mereka tidak perlu merasa jera, mereka harus dihukum mati. Buat agar orang-orang tidak berani melakukannya. Selain menghukum mati pelakunya, pastikan tidak ada kenyamanan yang tersisa bagi keluarganya. Agar sebelum orang-orang melakukan korupsi mereka berpikir ribuan kali. Jika mereka melakukan korupsi, tidak hanya dirinya yang akan mati sia-sia, tapi sanak keluarganya juga akan sengsara.
Lagi pula, bukankah ini langkah pencegahan yang efektif? Bukankan korupsi tidak butuh diberantas jika sudah ada pencegahan. Mencegah lebih baik dari pada mengobati.
Mendesak pemerintah untuk tidak menghawatirkan kebijakan-kebijakan yang saya buat. Mendesak Presiden untuk benar-benar mengindipendenkan lembaga KPK. Jangan campuri lembaga ini..!!!!, Jangan melakukan tindakan apapun yang bermaksud mematikan KPK, jangan coba-coba.
Tidakkah kalian malu, keindahan dan kekayaan kebudayaan bangsa besar Indonesia tercoreng di mata dunia karena didalamnya terselip budaya korupsi? Tidakkah kalian lelah dipandang rendah dan tidak mampu. Tidakkah kalian ingin dipandang pantas dan terhormat? Jika iya, merdekakan lembaga yang sekarang sedang saya pimpin! Kami punya aturan dan mengerti peraturan. Jika ada yang salah dengan peraturan itu tentu kalian berhak menegur kami. Karena biar bagaimana pun, kerjasama akan membuat semuanya jadi lebih mudah. Saya minta kerjasama dari semua pihak.
Pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab lembaga KPK. Memberantas korupsi tanggung jawab kita semua, menyangkut semua lini masyarakat. Oke, mungkin diantara kita hanya bisa bicara, menilai dan menghakimi lewat pedasnya kritikan, tanpa upaya nyata.
Alangkah bijaknya kalau mulai dari sekarang kita ambil bagian, dari hal terkecil. Mulai dari mendisiplinkan diri dengan membuang sampah pada tempatnya. Ngga nyambung? Apa hubungannya Korupsi dengan sampah?
#Angkat bahu sambil :mrgreen:
Tidak ada komentar
Harap tinggalkan komentar yang relevan ya teman-teman^^