Merasakan Tuhan Di Ketinggian

Ada banyak hal yang bisa kita rasakan ketika berada diketinggian. Salah satu yang paling menohok saya beberapa waktu belakangan ini adalah, bahwa Tuhan begitu dekat dan nyata ketika kita berada diketinggian. Bukan berarti selama ini saya meragukan keberadaan tuhan.


Berada di ketinggian, Tuhan benar-benar terasa sangat dekat.


Sudah beberapa tahun saya tidak begitu bisa menikmati memandang langit lepas. Semenjak saya SMA. Atau entahlah kalau itu tidak saya ingat, yang jelas kebiasaan memandang langit lepas itu saya lakukan di kampung halaman, dulu, waktu saya masih SMP, masih di kampung.


Salah satu alasannya, karena di kampung tidak ada bangunan yang membatasi jarak pandang. Bisa dari teras rumah sebelum tidur atau menjelang fajar setelah sholat subuh. Atau di pantai, dengan hamparan laut lepas yang menyatu dengan langit.


Dan sekarang, kebetulan rumah kost kami di lantai dua, lalu ada loteng dengan pemandangan lepas ke seantero Salemba dan sekitarnya.


Disana saya biasa menyendiri. Yeahh.. sepertinya hanya saya yang dengan senang hati dan begitu menikmati aktifitas tersebut, karena anak-anak yang lain ternyata takut bahkan ketika menjemur pakaiannya sendiri.


Biasanya saya keatas sana untuk menghirup udara bebas, melepas penat dan hawa panas yang terkungkung didalam kamar. Membebaskan indra dengan pandangan luas meski bukan sesuatu yang indah.


Nikmat sekali rasanya, dibelai lembut oleh sang bayu. Mega berarakan diselingi cahaya bulan yang kadang malu-malu. Dan kerlap-kerlip bintang – akhirnya mereka muncul juga. Padahal beberapa waktu yang lalu sepertinya mereka menghilang dari peredaran bahkan ketika bulan sedang purnama. Entah hanya saya yang memperhatikannya, atau ada orang lain yang sama tak percayanya dengan hal ini. Yeahh.. mungkin saya hanya sedang tidak beruntung selama saya kehilangan bintang-bintang itu.


Diketinggian ini –yang sebenarnya tidak terlalu tinggi, tidak setinggi Mahameru – saya bisa memperhatikan riuh masyarakat sekitar tanpa mereka ketahui keberadaanku diatas. Memandang dari satu atap ke atap lain, yang ternyata senyap.


Menghitung seberapa banyak pesawat yang berlalu lalang di angkasa. Memperhatikan bagaimana pola lintasannya. Ternyata untuk pesawat –datang- jalur lebih jauh, dan terlihat lebih rendah, dan untuk pesawat – pergi- terlihat lebih dekat lengkap dengan dengungan suaranya.


Di ketinggian, kamu bisa menikmati hujan dengan cara yang lain. Jika selama ini, ketika hujan turun, kamu berlari ke lapangan sambil menadahkan tangan dan berputar-putar, lalu menghirup lamat aroma alam yang terdiri atas perpaduan air hujan dan tanah. Tapi di tanah, kamu tidak bisa memperhatikan arakan air yang bagai jarum, menghujam menuju tanah, seperti yang bisa dilihat diketinggian. Memperhatikan jarum-jarum air itu ruah tak terbendung, lalu pecah menghantam tanah basah, itulah cara lain ku menikmati hujan sore ini. Dan lagi-lagi, di ketinggian ini rasanya tuhan begitu dekat.


Mengenai Mahameru, puncak tertinggi pulau jawa ini mungkin tiba-tiba mendadak jadi idola para remaja dan dewasa, setelah Film 5Cm berhasil menyajikan elok dan rupawannya tempat ini. Mengenai Mahameru juga, terlepas dari film 5Cm, saya tiba-tiba tersesat pada satu cerita lawas yang seharusnya telah lama mengisi otak, yaitu tentang Seo Hoek Gie.


Soe Hok Gie adalah seorang petualang, mahasiswa dan dan seorang demonstran yang tidak puas terhadap pemerintahan. Yang saat itu saja sudah mampu membaca ketidak beresan dalam pemerintahan, yaitu korupsi. Seorang keturunan tionghoa yang begitu mencintai Indonesia melebihi orang-orang Indonesia asli.


Yeaahh.. saya mendadak “mengidolakan” beliau.




Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami, Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. karena itulah kami naik gunung.
Soe Hok Gie



[gallery type="slideshow" link="file" columns="1" ids="4759,4758,4760,4761,4762,4757" orderby="rand"]

Kalau boleh saya hubungkan, jika untuk mengenal dan mencintai Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mendaki gunung agar lebih dekat dengan obyeknya, maka kita bisa mengenali dan mencintai Tuhan dari ketinggian juga, agar lebih dekat dengannya. Merasakan Tuhan, dari keindahan alam yang disuguhkan oleh ketinggian yang asri.

Tidak ada komentar

Harap tinggalkan komentar yang relevan ya teman-teman^^