Teruntuk Masa Kecil Yang Hangat






Jika cinta adalah waktu, maka dia adalah pagi – Tereliye


Tapi bagiku, jika cinta adalah waktu maka ia adalah sore. Senja dengan semburat jingganya yang menularkan berjuta  kehangatan hingga palung jiwa. Sebab bersama jingga aku bisa menyulam kembali remah-remah cinta yang mulai usang.

Aku mencintaimu sebagaimana aku mencintai senja. Bayanganmu Kubawa kemanapun aku menapakkan kaki. Kunikmati sesering yang aku mau.

Tahukah kau, sayang. Tak ada yang lebih mengerikan dari pada waktu. Ia mampu mengoyak kedekatan seintim apapun itu. Maka tak heran jika orang mengatakan tak ada pengadilan yang lebih tepat untuk membuktikan sebuah rasa, cinta.

Demikianlah waktu mengadili kita. Sehingga kini menikmati rindu adalah satu-satunya yang bisa aku lakukan. Lagi pula, memang hanya itulah yang tersisa atas selaksa kebersamaan kita dimasa lalu.
Sehingganya jingga dikala senja mengejewantah, bak petugas pos. yang ketika tiba di muka pintu, mampu menghadirkan gelenyar aneh yang kadang sulit didefinisikan.

Terbayang saat kita berlarian dibawah cahaya emas matahari sore di tepian pantai. Dimana hal terberat dalam hidup hanyalah bagaimana mengerjakan PR yang tak seberapa. Sehingganya kita masih punya begitu banyak waktu untuk melewati waktu bersama. Di sana. Di tepi pantai. Pantai yang selalu akan kudatangi setiap pagi dan sore ketika kebetulan aku sedang pulang. Pulang dari rantau yang di sekelilingnya aku dihadapkan pada dinding-dinding kokoh yang menjulang.

Sorak gembira kita menyatu dengan debur ombak yang berkejaran bergulung-gulung, pada waktu yang tepat kita membiarkan diri kita bergumul dalam gulungan tersebut. Sesekali kita terhempas di pepasiran halus, halusnya terhampar sejauh mata memandang, dan tak jarang asinnya air laut tak sengaja tertelan, bahkan tak jarang hingga perut kembung.

Juga tentang aroma amis yang melekat pada tubuh kuyup adalah aroma paling indah yang pernah ada.
Tidakkah kamu rindu dengan berbagai miniatur yang kita bangun dengan pepasiran di tepi pantai dulu? Bangunan yang kita hasilkan memang tak seberapa. Yang paling umum tercipta paling miniatur candi Borobudur atau candi Prambanan. Namun terlepas dari kesederhanaan bentuknya, kita begitu bergembira pada prosesnya. Karena terkadang kita harus berebut kekuasaan pada cipratan ombak. Pekik kita sempurna menggelegar menakala kita sedang khusyuk pada proses membangun, namun tiba-tiba ombak cukup besar menggusur tanpa kita sadari kedatangannya.

Lalu tawa kita pecah seketika.


Kau tahu mengapa aku menulis ini? Sebabnya ada rindu yang begitu besar.


Teruntuk masa kecilku yang hangat. Sehangat matahari senja.

Tidak ada komentar

Harap tinggalkan komentar yang relevan ya teman-teman^^